Ketum GP Anshor Nusron Wahid dan Jenderal Moeldoko berjabat tangan (foto; jpnn) |
Polemik
pernyaataan Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang menyindir Barisan Ansor
Serbaguna (Banser) saat sidak di Batalyon Infanteri (Yonif) 752/Vira
Yudha Sakti di Jalan Basuki Rahmat KM 10, Kabupaten Sorong Papua Barat
berakhir sudah. Kini TNI dan Banser kembali bergandengan tangan, bersama-sama
memperkuat kerja sama dan sinergitas secara konsisten untuk memperkuat
pertahanan dan keamanan NKRI, salah satunya dengan cara memberi
pelatihan bela negara kepada Banser untuk mengantisipasi adanya
rongrongan kedaulatan negara dari pihak asing.
Sebelumnya
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko yang melakukan Inspeksi Mendadak di
Batalyon Infanteri (Yonif) 752/Vira Yudha Sakti dengan tujuan untuk
melihat secara langsung kesiapan dan kedisiplinan para prajurit TNI yang
berada di Batalyon tersebut dalam menghadapi tugasnya di daerah
perbatasan, mengatakan bahwa saat ini ada kecenderungan disiplin
prajurit semakin merosot. Kalau prajurit TNI sudah tidak memiliki
disiplin maka mereka sama saja dengan Banser, hal itu akan sangat
membahayakan karena prajurit TNI dilengkapi senjata. (Agus Maryono; kompasiana)
Kompasianer Agus Maryono dalam artikelnya yang berjudul Kritikan Pedas Jenderal Moeldoko Terhadap Banser tidak menampik
adanya ketidak disiplinan (sebagian) anggota Banser. Kritikan ini belum
tentu tentu sebagai bentuk kebencian, bahkan bisa sebaliknya, saking
cintanya kepada Banser di Republik ini. Bisa jadi karena Pak Moeldoko
melihat posisi Banser itu penting namun sayangnya kurang disiplin dalam
menjalankan tugas sehingga perlu diingatkan. Hanya saja kritikan itu
sempat membuat banyak anggota Banser yang tersinggung seolah-seolah
tidak dihargai dan dipandang sebelah mata oleh TNI.
Salah
seorang petinggi elit Banser, Khotibul Umam Wiranu, yang juga politisi
Demokrat di DPR RI, sempat angkat bicara. Ia mempertanyakan kritikan
Moeldoko itu dan balas mengkritik dengan pertanyaan, apakah Pak Moeldoko
pernah ikut berperang melawan penjajah sehingga berani merendahkan
Banser? Padahal selama ini TNI dan Banser nyaris tidak pernah
bergesekan. Kenapa pula Banser yang menjadi contoh, bukan satgas
lainnya? Sejak dulu hingga sekrang banyak anggota Banser yang secara
sukarela turun tangan ikut mengamankan negaranya.
Bahkan
peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, Banser berperan sangat aktif
dan menempati posisi pening dalam memimpin pasukan rakyat melawan
pasukan sekutu dalam perang 10 November itu. Banser bertempur
habis-habisan mengusung semangat Jihad dengan berbekal restu para Kyai
NU dan senjata seadanya ketika itu. Dua jenderal terbaik Inggris sebagai
pemimpin Sekutu tewas ketika itu berikut puluhan ribu tentara
terlatihnya oleh Banser, santri dan rakyat Surabaya. Presiden Soekarno
saja ketika itu tidak berani melawan sekutu karena secara matematis TNI
tidak akan mungkin menghadapi Sekutu yang senjatanya sangat lengkap.
Namun
tidak dengan Banser yang dengan semangat Ikhlas menjalankan keputusan
Resolusi Jihad NU saat itu pantang mundur menghadapi tentara Sekutu.
Tiga Minggu pertempuran Surabaya berlangsung, sekitar 50 ribu pasukan
sipil (Banser, TKR, Rakyat Surabaya) menjadi syuhada melawan penjajah.
Sejarah membuktikan bahwa Banser NU telah mampu mempertahankan
kemerdekaan Indonesia saat itu dalam pertempuran 10 November. Tanpa
Resolusi Jihad NU, tanpa kobaran semangat Jihad Banser , tidak akan
pernah ada peristiwa heroik 10 November di Surabaya. Jadi wajar saja
jika Banser tersinggung dengan sindiran Moeldoko itu.
Jika
benar Banser banyak tidak disiplin, bukankah akan lebih baik Pak
Moeldoko mendekati Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid dan menawarkan
pelatihan gratis bagi Banser, mengingat Banser selama ini bekerja dan
bertugas menjalankan visi-misinya di antaranya, NKRI Harga Mati tidaklah
dibayar negara. Mereka ikhlas demi rasa cinta Tanah Air yang merupakan
bagian dari Ideologi Aswaja milik NU. Dan alhasil, TNI dan Banser
berdamai, kembali bergandengan tangan dan pelatihan dimaksud akhirnya
terlaksana juga, 120 pimpinan Banser mengikuti Kursus Banser Pimpinan
(Susbanpim) di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, yang telah
dilaksanakan pada Senin (23/2).
”Sinergitas
TNI dan Banser ini luar baiasa. Negara lain kalau tahu TNI dan Banser
bersinergi akan menakutkan,” kata Panglima TNI Jendral Moeldoko saat
menutup acara Kursus Banser Pimpinan (Susbanpim) angkatan Ke 2, di Aula
Gatot Subroto, Mabes TNI, Jakarta. Moeldoko mengingatkan, kekuatan
sistem pertanahan negara Indonesia terbangun melalui sinergi semua
elemen masyarakat. Hal ini secara gamblang disebut dalam UUD 1945
tentang kekuatan rakyat semesta. Ketentuan inilah yang kemudian
diterjemahkan dalam undang-undang tentang sistem pertahanan semesta,
yang berarti negara menggerakkan semua sumber daya semesta untuk
pertahanan.
”Ada
mobilisasi dan demobilisasi. Terkait ini, Ansor dan Banser bisa setiap
saat bergerak bahu-membahu dengan TNI. Ansor kita lempari (diberi)
senjata langsung bergerak. Kalau sinergi berjalan baik, semua negara
akan mikir karena negara kita kuat,” imbuhnya sebagaimana dilansir smcetak. Nah, Australia dan Brasil juga harus mikir, jangan sembarangn melecehkan Indonesia apalagi bermaksud merongrong kedaulatan NKRI.
Ketua
Umum GP Ansor Nusron Wahid mengaku sangat berterima kasih atas sinergi
dan pelatihan yang diberikan TNI. Bagi Banser, menjaga kedaulatan negara
adalah doktrin yang sudah ditanamkan sejak awal. Nusron juga
mengingatkan bahwa Banser siap jika sewaktu-waktu diminta TNI untuk
bahu-membahu menjaga negara. Bagi Ansor, mendukung kekuatan TNI adalah
keharusan karena ini menjadi simbol kekuatan negara (lihat kompas),
termasuk bersiap siaga menghadapi rongrongan kedaulatan negara dari
pihak asing, seperti Australia dan Brasil tentuny.
Sumber : www.kompasiana.com
Sumber : www.kompasiana.com